Dan diantara golongan yang berhak mendapat kasih sayang dari kita adalah kedua orang tua kita sendiri…
Benar, ya Ikhwan, kedua orang tua kita adalah orang yang paling berhak untuk kita sayangi..
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan dari atas tujuh langit..
Kata Allah:
(( وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلآ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا …))
“Dan Rabbmu telah memerintahkan, supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya…!”[QS. Al Israa’: 23]
Kata ( إِحْسَانًا ) ‘ihsaanan’ datang dalam bentuk nakirah, menunjukkan umum, berbuat baik dari segala sisi. Kita diperintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua kita..
Dalam ayat yang lain, Allah berfirman:
(( اخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا ))
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil..!’.” [QS. Al-Israa’:24]
Kita diperintahkan untuk menyayangi kedua orang tua..
Hendaklah kita benar-benar menyadari, bahwasannya keberadaan kedua orang tua di sisi kita merupakan nikmat yang besar dari Allah Subahanahu wa Ta’ala. Nikmat yang agung dari Allah..
Allah masih mengijinkan kita untuk melihat kedua orang tua kita, semua adalah rahmat dari Allah. Suatu nikmat yang tidak mungkin dapat kita beli dengan seisi dunia ini..
Betapa banyak saudara-saudara kita yang tidak pernah melihat Ayahnya,
Betapa banyak saudara-saudara kita yang tidak pernah melihat Ibunya,
Betapa banyak saudara-saudara kita yang tidak pernah melihat kedua orang tuanya,
Maka, keberadaan kedua orang tua kita di sisi kita adalah rahmat dari Allah, karunia dari Allah..
Ketahuilah, wahai Ikhwan, keberadaan mereka di sisi kita ada batasnya,
Keberadaan orang tua kita di sisi kita ada batasnya,
Mereka tidak akan selamanya bersama kita,
Kalaulah kita yang tidak mendahului mereka, maka mereka yang akan mendahului kita..
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
أَعْمَارُ أُمَّتِى مَا بَيْنَ سِتِّينَ إِلَى سَبْعِينَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ
“Umur ummatku berkisar antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun dan sedikit yang melewatinya.” [HR. At Tirmidzi; dihasankan oleh Imam Al Albani]
Ini mayoritas, ada yang lebih cepat, ada pula yang lebih banyak,
Mayoritas, kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Usia ummatku antara enam puluh dan tujuh puluh..”
Kalaulah seandainya, kita melihat usia orang tua kita sudah lima puluh tahun,
Kalaulah kita menganngap usia orang tua kita seusia Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, enam puluh tiga tahun,
Berarti, usia mereka tinggal 13 tahun lagi..
Ingatlah, tiga belas tahun, bukan waktu yang lama, ia hanya sebentar!
Dan, itulah waktu yang kita miliki untuk bersama mereka..
Kalaulah seandainya, usia orang tua kita sudah lima puluh lima tahun,
Maka, kemungkinan, kita tinggal delapan tahun lagi bersama mereka..
Kalaulah, usia orang tua kita sudah enam puluh tahun,
Bisa jadi, mereka hanya tinggal menunggu hari-hari bersama kita..
Kalaulah, usia orang tua kita sudah enam puluh tiga tahun,
Maka, sebagai seorang anak, kita harus bersiap-siap berpisah dengan orang yang paling kita sayangi..
Ya Ikhwan, ijin dari Allah, kita bisa bersama dengan orang tua adalah rahmat,
Rahmat dari Allah, tidak bisa kita membelinya,
Maka, jangan sia-siakan waktu yang singkat tersebut!
Kita sayangi kedua orang tua kita..!
Sebuah kisah yang pernah terjadi di negeri Arab..
Dalam suatu pertemuan di sebuah kantor. Tiba-tiba HP salah seorang dari mereka berdering. Diangkatlah panggilan itu dan nampak dia berbicara sedikit agak kasar..
Setelah dia menutup HP-nya, dia menyampaikan permohonan maaf, “Maaf, ini orang tua saya menelepon saya.. Maaf telah mengganggu suasana pertemuan ini..”
Subhanallah, ternyata yang menelepon adalah Ibunya..
Tapi, begitu kasarnya ia menjawab, “Kau telah mengganggu pertemuan saya..”
Tak lama setelah itu, terdengar isakan tangis dari sebelah pojok. Di pojok majelis itu, ada seorang menangis, terisak..
Ia menangis, padahal air mata begitu mahal bagi laki-laki..
Lalu, dia berkata, “Demi Allah, kalaulah seandainya Ibu saya masih hidup, saya akan biarkan beliau menelepon saya. Saya akan katakan pada Ibu saya: Wahai Ibu, engkau minta apapun, aku akan berbahagia jika mampu menuanaikan hajatmu, wahai Ibu.. Tapi sayang, Ibu saya telah meninggal dunia..”
Laa hawala wa-laa quwwata illa billaah..
Sungguh, sangat berbeda antara yang pertama dan yang kedua..
Maka ingatlah, keberadaan orang tua kita adalah rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala..
Orang tua kita adalah orang yang paling berhak mendapatkan kasih sayang yang kita miliki,
Keberadaan mereka tidaklah lama di sisi kita..
Lalu, bagaimana cara menyayangi kedua orang tua kita?
Kita dapat menyayangi kedua orang tua kita dengan beberapa hal, diantaranya..
[1] – Berkata yang baik kepada kedua orang tua…
Yang pertama, seseorang tidak akan mampu menyayangi kedua orang tuanya, kecuali dengan berkata baik kepada mereka..
Berkata baik kepada keduanya..
Sungguh Allah telah memeperingatkan kita dari atas tujuh langit. Allah Subahanahu wa Ta’alatelah mengingatkan seluruh anak dari atas ‘Arsy. Allah berfirman:
((… وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا …))
“… dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik..!” [QS. Al Isra’: 23]
Sebagian ahli tafsir mengatakan, bahwa Allah memerintahkan kepada setiap anak untuk berkata baik kepada kedua Ibu Bapak. Jika tidak berkata baik, maka janganlah berbicara kepada kedua orang tuamu..!
Maka, setiap perkataan kita, haruslah perkataan yang baik..
Perhatikan kisah nabi kita, Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam bersama ayah belia, Azar, seorang penyembah berhala. Akan tetapi, apakah Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam pernah berkata kasar kepada Ayahnya?
Beliau selalu lembut perkataannya. Beliau senantiasa mengucapkan, “Yaa abatiy… Duhai, ayahku..”
Suatu ungkapan yang indah..
Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam berkata:
((… يَآأَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَالاَيَسْمَعُ وَلاَيُبْصِرُ وَلاَيُغْنِي عَنكَ شَيْئًا ))
“Wahai ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun?”
(( يَآأَبَتِ إِنِّي قَدْ جَآءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَالَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا ))
“Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus!”
(( يَآأَبَتِ لاَتَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا ))
“Wahai ayahku, janganlah kamu menyembah setan! Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah.”
(( يَآأَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَن يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِّنَ الرَّحْمَـنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا ))
“Wahai ayahku, sesungguhnya aku khawatir, engkau akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, sehingga engkau menjadi kawan bagi setan.” [QS. Maryam: 42-45]
Namun, ayah beliau menolak ajakan Ibrahim ‘alaihissalam. Sambil marah ia berkata:
((… أَرَاغِبٌ أَنتَ عَنْ ءَالِهَتِي يَآإِبْرَاهِيمُ لَئِن لَّمْ تَنْتَهِ لأَرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا ))
“Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, niscaya kamu akan kurajam dan tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama!” [QS. Maryam: 46]
Nabi Ibrahim ‘alaihisaalaam tetap bersabar menghadapi sikap keras ayahnya, bahkan membalasnya dengan sikap sayang dan berbakti.
Beliau berkata,
((.. سَلاَمٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا – وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَاتَدْعُونَ مِن دُونِ اللهِ وَأَدْعُوا رَبِّي عَسَى أَلآ أَكُونَ بِدُعَآءِ رَبِّي شَقِيًّا))
“Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku..” [QS. Maryam: 47-48]
Subhanallaah, sebuah ungkapan yang sangat indah, sangat lembut. Padahal, Sang Ayah hendak merajam dan mengusir beliau..
Dan jawab beliau tetap, “Wahai Ayahanda, wahai Ayahanda…”
Berkata baik kepada kedua orang tua..
Muhammad bin Sirin rahimahullah, seorang ‘alim rabbani, apabila beliau berbicara dengan Ibunya, maka bicara beliau seperti orang sakit, saking rendahnya suara beliau di hadapan Ibunya. Sehingga, orang yang tidak kenal dengan Muhammad bin Sirin rahimahullah akan menduga, bahwa beliau sedang sakit, padahal tidak. Beliau sedang merendahkan perkataan beliau di sisi Ibundanya..
Maka sepantasnya bagi kita untuk berkata lemah lembut kepada kedua orang tua kita, dengan perkataan yang baik. Dan inilah, salah satu bentuk kasih sayang seorang anak kepada kedua orang tuanya..
[2] – Membahagiakan kedua orang tua..
Kemudian yang kedua, seseorang tidak mungkin bisa menyayangi kedua orang tuanya, kecuali dengan mebahagiakannya..
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَأَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ، أَوْ تَكْشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً، أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْناً، أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوْعًا
“Dan pekerjaan yang paling dicintai Allah adalah menggembirakan seorang muslim, atau menjauhkan kesusahan darinya, atau membayarkan hutangnya, atau menghilangkan laparnya..”[HR. Ath Thabrani di dalam Al Mu’jam Al Kabir, no. 13646]
Jika membahagiakan saudara sesama muslim saja termasuk amalan yang paling dicintai Allah, maka bagaimana halnya, kalau seandainya yang kita bahagiakan adalah Ibu kita sendiri, orang tua kita sendiri yang kita bahagiakan?
Sampai-sampai sebagian ulama mengatakan, bahwa termasuk bagian dari berbakti kepada kedua orang tua adalah seorang anak yang menyembunyikan rasa sedihnya di hadapan kedua orang tua. Dia tidak memperlihatkan kesedihan di hadapan kedua orang tuanya. Karena, jika seandainya kita perlihatkan kesedihan tersebut di hadapan orang tua kita, bisa jadi mereka lebih sedih daripada kita..
Maka, tutup dan tahanlah..! Biarkan kita yang sedih, asal kedua orang tua kita bahagia..
Dan, diantara bentuk membahagiakan kedua orang tua adalah tidak membiarkan mereka menangis..
Shahabat yang mulia, Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhumaa tatkala menerangkan dosa-dosa besar (dalam Al Adabu Al Mufrad), bahwa diantara dosa besar adalah durhaka kepada kedua orang tua. Lalu beliau melanjutkan, bahwa membuat kedua orang tua menangis termasuk dalam bentuk kedurhakaan. Membuat kedua orang tua menangis termasuk kedurhakaan..
Pertanyaannya adalah, sudah berapa kali kita membuat kedua orang tua kita menangis?
Membuat kedua orang tua menangis adalah durhaka, meneteskan air mata kedua orang tua adalah kedurhakaan. Berapa kali kita membuat orang tua kita menangis selam hidup ini?
Apakah Allah telah mencatat dalam buku amalan kita, bahwa kita termasuk anak yang durhaka, karena telah berkali-kali membuat kedua orang tua kita menangis?
Dahulu, kita telah membuat kedua orang tua kita menangis di saat Ibunda kita melahirkan dan sekarang kita kembali membuat keduanya menangis karena kedurhakaan kita..
Jangan, janganlah kita membuat orang tua kita menangis karena akhlak kita, atau karena kita sering melupakannya..!
Jangan biarkan orang tua kita menanti telephon kita, tapi telephonlah mereka sebelum mereka menunggu kita..!
Jangan siksa orang tua kita dengan rasa rindu! Jangan biarkan rasa rindu menyiksa kedua orang tua kita, kemudian mereka kembali meneteskan air mata!
Carilah Surga Allah..! Belilah Surga Allah dengan berbakti kepada kedua orang tua..!
Karena, meneteskan air mata kedua orang tua adalah durhaka..
Kita semua adalah bagian dari mereka dahulunya, maka mari berbuat baik kepada keduanya..!
[3] – Mendakwahi kedua orang tua..
Selanjutnya, seorang anak tidak dikatakan berbakti kepada kedua orang tuanya, kecuali dia mendakwahi keduanya..
Kedua orang tua kita adalah orang yang paling butuh dengan bimbingan anaknya,
Kedua orang tua kita adalah orang yang paling butuh untuk diperkenalkan kepada Rabb-nya, diperkenalkan kepada agamanya…
Mereka butuh kepada anak yang menuntunnya kenal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Mereka butuh kepada anak yang mendekatkannya kepada Allah,
Mereka butuh kepada anak yang menunjukinya, sehingga mereka selamat nantinya setelah meninggal dunia..
Orang tua kita tidak hanya butuh kepada anak di saat mereka masih hidup, tetapi mereka juga butuh kepada anak-anaknya setelah mereka meninggal dunia..
Orang tua kita butuh kepada anak yang selalu menegur mereka di kala salah,
Orang tua kita butuh kepada anak yang selalu mengingingatkan mereka kepada Allah di saat mereka lupa kepada Allah,
Orang tua kita butuh kepada anak yang menerangkan kepada mereka tentang kesyirikan, kebid’ahan dan kebathilan.. Mana tauhid, mana jalan yang dicintai Allah dan mana jalan yang dibenci Allah…
Maka ya Ikhwan, nasihati kedua orang tua kita,
Jangan hanya sekali, jangan hanya dua kali,
Tetapi, tegakkan dakwah, nasihati keduanya, selama nyawa masih ada dalam diri kita..!
Jangan katakan, aku telah mendakwahi, tetapi mereka enggan..!
Jangan, tirulah nabi Ibrahim ‘alaihissalaam, beliau mendakwahi Ayahandanya sampai hendak dirajam, tetapi beliau tetap mendakwahinya..!
Kita yakin, kedua orang tua kita tidak akan mungkin merajam kita..
Yang terjadi saat ini…
Kita datang ke pengajian, kita belajar ilmu agama, sedang orang tua kita di kampung masih dalam keadaan jahiliyah, tidak mengenal sunnah, tidak shalat…
Dan kita tetap santai, tak pernah mendakwahinya dengan alasan saya sudah mendakwahi sekali dua kali..
Apakah nanti kita ridha, tegakah kita nantinya di saat Allah membangkitkan kita, kita melihat kedua orang tua kita diseret oleh para malaikat?
Mampukah kita melihatnya?
Jikalau seandainya dalam kehidupan dunia ini kita tidak pernah rela melihat kedua orang tua kita dalam keadaan sakit, maka di akhirat hendaknya begitu pula..
Anak mana yang ridha melihat kedua orang tuanya disiksa, kemudian dia diam dan dia bahagia.. Tidak akan ada…
Maka, janganlah berhenti menasehati kedua orang tua..! Janganlah berhenti mendakwahi kedua orang tua..!
Tegakah engkau melihat orang tuamu dibakar kulitnya oleh Allah di dalam Neraka nantinya, padahal kulit itu pula yang membelai kita dahulu di dunia?
Kulit itulah yang selalu mengusap kita dahulu, membelai kita, menyayangi kita..
Tangan yang dahulu menggendong kita di saat kita masih kecil, tangan yang dahulu biasa membelai kita,kemudian kita melihat tangan kedua orang tua kita dibakar oleh Allah.. Tegakah kita?
Tegakah kita nanti di akhirat melihat kedua orang tua kita bermandikan darah dan air mata, merintih, menjerit; karena sebab kelalaian kita dalam menasehati mereka di saat mereka masih hidup?
Karena kelalaian kita, karena kita lebih disibukkan dengan anak dan istri kita, sehingga kita lalai dalam membina dan membimbing kedua orang tua kita..
Sudahkah kita mempersiapkan jawaban, ketika nanti di akhirat orang tua kita menyeru kepada Allah, “Wahai Rabb-ku, anakku telah melupakanku…!”
“Wahai Rabb-ku, anakku tidak pernah menasehatiku..”
Sudahkah kita mempersiapkan jawaban di hadapan Allah?
Anak seperti apa kita ini?
Maka, janganlah berhenti menasehati kedua orang tua kita..!
Jangan katakan, aku telah menasehatinya, kemudian dia tidak mau..!
Nasehati dan bimbing orang tua kita, selama ruh masih ada..!
[4] – Menemani mereka dengan cara yang baik..
Lalu, bentuk menyayangi kedua orang tua adalah menemani mereka dengan cara yang baik..
Allah telah berfirman:
((… وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا …))
“… dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik..!” [QS. Luqman: 15]
Suatu hari seorang shahabat yang bernama Mu’awiyah As Sulami radhiyallahu ‘anhu datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata:
“Ya Rasulullah, saya ingin berjihad bersamamu, mengharapkan Wajah Allah dan kampung akhirat..”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Celakalah engkau! Apakah Ibumu masih hidup?”
“Iya, masih hidup, ya Rasulullah..”
“Kalau demikian, kembalilah kepada Ibumu dan layanilah Ia…!”
Kemudian shahabat tersebut bertanya untuk yang kedua kali, “Ya Rasulullah, saya ingin berjihad bersamamu, mengharapkan Wajah Allah dan kampung akhirat..”
Tapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tetap menjawab dengan jawaban yang sama…
Ia mengulangi pertanyaannya untuk yang ketiga kalinya, “Ya Rasulullah, saya ingin berjihad bersamamu, mengharapkan Wajah Allah dan kampung akhirat..”
Akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Tetaplah engkau berada di kakinya dan di sanalah engkau akan mendapat Surga..!”
Perhatikanlah, seorang shahabat yang mulia ingin meninggalkan Ibunya bukan untuk mencari nafkah, bukan untuk mencari dunia, bukan untuk menumpuk kekayaan, tetapi untuk mengorbankan jiwanya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mengharapkan Wajah Allah dan kampung akhirat..
Sampai-sampai seorang ulama mengatakan. “Barangsiapa yang terpaksa harus berjauhan dengan kedua orang tuanya; harus meninggalkan kedua orang tuanya, karena ingin mencari nafkah, atau karena suatu hal yang sifatnya darurat; maka hendaklah ia memohon ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas dosa yang mengakibatkan ia jauh dari kedua orang tuanya..”
Mana ada orang tua yang ingin berpisah dari anaknya?
Apalagi di saat orang tua telah renta, apalagi di saat orang tua telah lemah; ia ingin anaknya menemani kelemahannya, ia lebih butuh kepada anaknya..
Akan tetapi, rata-rata, orang tua malah ditinggalkan oleh anaknya di saat mereka telah renta…
Mana mungkin ada orang tua yang ingin berjauhan dengan anaknya?
Mana mungkin seorang Ibu ingin berpisah dengan anaknya, padahal anaknya tersebut adalah bagian dari tubuhnya dahulu..
Jangan sia-siakan pengorbanan kedua orang tua kita, doakan mereka, dakwahi mereka, bimbing mereka dan tuntunlah mereka…!
[5] – Mendoakan mereka…
Cara selanjutnya untuk menyayangi kedua orang tua adalah dengan mendoakan mereka di saat mereka masih hidup, maupun ketika keduanya telah tiada..
Jangan sekali-kali kita mengira dan menduga , bahwa berbakti kepada kedua orang tua bisa berhenti ketika mereka berdua telah wafat. Akan tetapi, berbakti kepada kedua orang tua tetap ada, selama Sang Anak itu hidup..
Walaupun orang tua telah meninggal, berbakti kepada keduanya tetap ada, tetap wajib, yaitu dengan mendoakan mereka..
Orang tua kita sangat butuh akan doa anaknya, apalagi di saat keduanya telah berada di alam kubur; karena kita tidak tahu keadaan mereka di alam kubur yang tentu sangat membutuhkan doa anaknya. Mereka sangat butuh, hanya saja mereka tidak mampu menyampaikannya kepada kita..
Ingatlah, tidaklah kita mendoakan orang tua kita, melainkan anak-anak kita akan juga mendoakan kita di saat kita merasakan kegelapan di alam kubur..
Tidaklah kita mendoakan kedua orang tua kita, kecuali Allah ciptakan untuk kita generasi yang akan mendoakan kita nantinya..
Tiada balasan untuk kebaikan, kecuali kebaikan pula…
Kita sayangi kedua orang tua kita yang telah tiada dengan mendiakan mereka, dengan memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa mereka..
Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah dari shahabat yang mulai Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu..
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِيْ الْجَنَّةِ فَيَقُوْلُ : يَا رَبِّ أَنىَّ لِيْ هَذِهِ ؟ فَيَقُوْلُ : بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ
“Sungguh, Allah benar-benar mengangkat derajat seorang hamba-Nya yang shalih di Surga.” Maka ia pun bertanya, “Wahai Rabbku, bagaimana ini bisa terjadi?” Allah menjawab, “Berkat istighfar anakmu bagi dirimu..”
Derajat orang tua kita diangkat, di saat kita mendoakan keduanya….
Semoga bermanfaat...
Sumber : https://abulaylasupry.wordpress.com/2015/04/26/untukmu-yang-jauh-dari-kedua-orang-tua/comment-page-1/#comment-74
0 komentar:
Posting Komentar